Skip to main content

Turis Semalam...

Semalam...
Semua
Senang
Sampai
Suntuk.

Para pengunjung norak itupun akhirnya menginjakan kaki di Tanah Merah
Dari bawah tanah sampai khayangan... 
Setiap langkah yang beriringan...
Setiap tangan yang bersandar pada pundak...
Setiap parfume yang melekat...
Setiap snazaroo yang mendarat di pipi...
Setiap gelas syrup kaos kaki rasa leci...
Setiap kacamata kertas dari sang manusia stocking...
Setiap potongan roti-roti asin dari dunia mainan...
Setiap telunjuk yang menari disco...
Setiap self potrait yang memandang dengan ekspresi...
Setiap bau alami dari tanah liat...
Setiap wajah-wajah yang semakin terpesona...
Setiap tawa, teriak, dan bisu...
Setiap lampu-lampu kuning...
Setiap potongan kertas grafis... 
Dan setiap lainnya yang berharga...

Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih... Masyarakat. 


Comments

Popular posts from this blog

(ano.ma.li)

Aku lihat mereka... Saat aku duduk mereka mendapingi. Saat aku sendiri mereka menemani. Tanpa diminta mereka selalu mengkuti. Bukannya aku mengigau atau tak waras... Karena aku lihat, kalian tidak.  Setiap hari setiap membuka mata aku selalu bertanya 'sampai kapan?' hanya itu. Diantara pilar dan selasar tidak hanya kalian yang aku lihat, tapi juga mereka... ya mereka yang setiap malam melempar sesuatu hingga bising, mereka yang selalu menyembunyikan barang kalian, mereka yang selalu mengitip dari balik jendela di tangga yang gelap itu, mereka yang selalu menyerupai kalian kapan saja. itu mereka... Jika kalian tau, aku lelah.

Gadis di Selasar (Magenta).

Sunyi teman setianya... Berjalan sendiri tanpa langkah kaki lainnya, menunggu semua pergi lalu memulai. Untuk dia yang suka sendiri, selalu duduk menunggu senja di pojok selasar... tak perduli dengan setiap orang yang melintas lalu terdiam sebentar hanya untuk memandangnya saja. Tebiasa dengan sikap orang padanya seperti itu, dia tak acuh lagi. Untuk dia yang benci keramaian, selalu berlari sendiri memejamkan mata dan menutup telinga meninggalkan semua yang berwarna. Hanya hitam dan putih yang ia tau... hanya amarah dan pilu yang ia tau... Untuk dia yang tak bisa melupakan, Masih terbayang pria yang selalu memberi rasa indahnya hidup penuh dengan kehangatan. Bersama yang dijanjikan lalu ia ingkari dan ditinggalkan. Magenta masih saja duduk di pojok selasar dengan tangan penuh membawa agendanya yang tak pernah lepas dari genggamannya. Matanya selalu menatap langit menunggu senja... bibirnya masih menekuk seakan mengkhayati turunnya mentari... jika mendung ia selalu memperlihatkan...