Skip to main content

Ego Kemarin

Hai... seketika kata itu terlontar dari mulutku yang terlalu lama membisu kepadanya.

Hari itu hari dimana aku sangat kesal dan geram, bosan yang sangat menjadi - jadi membuat ku memutuskan untuk berhenti berbicara padanya. waktu terus menerus berjalan tapi kesal ku belum saja mereda, hanya saja perasaan bersalah mulai membuat ku lelah... 
Aku tau tapi dia tak tau apa yang sebenarnya membuatku kesal, sampai akhirnya dia pun mulai terbiasa tanpa adanya candaan ku diantara ceritanya. aku pun sama mulai terbiasa tanpa adanya pertanyaan - pertanyaan kritis yang selalu dia tanyakan dalam cerita ku. waktu masih saja berjalan tanpa bosan dan aku masih saja bertahan dengan ego ku yang tak mau kalah, bersamaan dengan rasa rindu ku padanya yang mulai meletup letup ingin disampaikan. 
Saat berpapasan tak saling lagi menyapa, hanya tak mau menatap yang ku lakukan.
Saat satu tujuan tak lagi melangkah bersama, hanya menunggu dia jauh yang ku lakukan.

Begitu banyaknya waktu yang kuhabiskan sendiri dengan menahan ego ku padanya.
Begitu banyak hari yang ku lewati tanpa lagi bercerita dengannya.

Entah berapa lama aku egois seperti ini sampai akhirnya aku berpikir begitu kekanak - kanakannya aku ini. disinilah mulai aku merasa tak seharusnya aku berlama lama diam dan tak acuh pada teman ku yang satu ini. selalu setiap hari ku ingin mencoba menegur mu tapi lidah ini terlalu kaku di hadapan mu.

Sampai suatu ketika tak sengaja kita dalam situasi yang sama, dan aku memulai percakapan hari itu, dengan kata HAI aku hancurkan ego dan rasa takutku akan semuanya. semua mengalir begitu saja senyum ku mulai tercipta kembali untuknya, begitu pun sebaliknya... Lega rasanya semua berakhir, dan aku pun berhasil mengalahkan ego ku yang selama ini menguasai ku.  


Comments

Popular posts from this blog

(ano.ma.li)

Aku lihat mereka... Saat aku duduk mereka mendapingi. Saat aku sendiri mereka menemani. Tanpa diminta mereka selalu mengkuti. Bukannya aku mengigau atau tak waras... Karena aku lihat, kalian tidak.  Setiap hari setiap membuka mata aku selalu bertanya 'sampai kapan?' hanya itu. Diantara pilar dan selasar tidak hanya kalian yang aku lihat, tapi juga mereka... ya mereka yang setiap malam melempar sesuatu hingga bising, mereka yang selalu menyembunyikan barang kalian, mereka yang selalu mengitip dari balik jendela di tangga yang gelap itu, mereka yang selalu menyerupai kalian kapan saja. itu mereka... Jika kalian tau, aku lelah.

Gadis di Selasar (Magenta).

Sunyi teman setianya... Berjalan sendiri tanpa langkah kaki lainnya, menunggu semua pergi lalu memulai. Untuk dia yang suka sendiri, selalu duduk menunggu senja di pojok selasar... tak perduli dengan setiap orang yang melintas lalu terdiam sebentar hanya untuk memandangnya saja. Tebiasa dengan sikap orang padanya seperti itu, dia tak acuh lagi. Untuk dia yang benci keramaian, selalu berlari sendiri memejamkan mata dan menutup telinga meninggalkan semua yang berwarna. Hanya hitam dan putih yang ia tau... hanya amarah dan pilu yang ia tau... Untuk dia yang tak bisa melupakan, Masih terbayang pria yang selalu memberi rasa indahnya hidup penuh dengan kehangatan. Bersama yang dijanjikan lalu ia ingkari dan ditinggalkan. Magenta masih saja duduk di pojok selasar dengan tangan penuh membawa agendanya yang tak pernah lepas dari genggamannya. Matanya selalu menatap langit menunggu senja... bibirnya masih menekuk seakan mengkhayati turunnya mentari... jika mendung ia selalu memperlihatkan...