Skip to main content

Apa hanya itu?

Kenapa?  semua  terlepas  seakan  sudah  waktunya,  kamu  mengisyaratkan  seakan  ingin  pergi  jauh  dari  sini,  namun  di sisi  lain  kamu  hanya  diam  seakan  menyerah  dengan  waktu.

Kamu  selalu  mengeluh,  kamu  bilang  kamu  lelah,  dan  sudah  tidak  tahan  lagi.  setelah  itu  kamu  bilang,  terlalu  sulit  jika  kamu  tidak  hilang  ingatan. 
Apa  disetiap  detik  dalam  waktumu  hanya  ada  dua  sisi  yang  saling  berdebat  untuk  kamu  tetap  tinggal,  atau  pergi???

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

(ano.ma.li)

Aku lihat mereka... Saat aku duduk mereka mendapingi. Saat aku sendiri mereka menemani. Tanpa diminta mereka selalu mengkuti. Bukannya aku mengigau atau tak waras... Karena aku lihat, kalian tidak.  Setiap hari setiap membuka mata aku selalu bertanya 'sampai kapan?' hanya itu. Diantara pilar dan selasar tidak hanya kalian yang aku lihat, tapi juga mereka... ya mereka yang setiap malam melempar sesuatu hingga bising, mereka yang selalu menyembunyikan barang kalian, mereka yang selalu mengitip dari balik jendela di tangga yang gelap itu, mereka yang selalu menyerupai kalian kapan saja. itu mereka... Jika kalian tau, aku lelah.

Gadis di Selasar (Magenta).

Sunyi teman setianya... Berjalan sendiri tanpa langkah kaki lainnya, menunggu semua pergi lalu memulai. Untuk dia yang suka sendiri, selalu duduk menunggu senja di pojok selasar... tak perduli dengan setiap orang yang melintas lalu terdiam sebentar hanya untuk memandangnya saja. Tebiasa dengan sikap orang padanya seperti itu, dia tak acuh lagi. Untuk dia yang benci keramaian, selalu berlari sendiri memejamkan mata dan menutup telinga meninggalkan semua yang berwarna. Hanya hitam dan putih yang ia tau... hanya amarah dan pilu yang ia tau... Untuk dia yang tak bisa melupakan, Masih terbayang pria yang selalu memberi rasa indahnya hidup penuh dengan kehangatan. Bersama yang dijanjikan lalu ia ingkari dan ditinggalkan. Magenta masih saja duduk di pojok selasar dengan tangan penuh membawa agendanya yang tak pernah lepas dari genggamannya. Matanya selalu menatap langit menunggu senja... bibirnya masih menekuk seakan mengkhayati turunnya mentari... jika mendung ia selalu memperlihatkan...